Sunday, May 26, 2013

[Cerpen] Mimpiku milikku


“Selamat pagi Nanda”, sapaku setiap pagi diantara tembok tembok kekar di kamarku. Sebenarnya itu sudah tidak dapat disebut pagi lagi, teman-teman kos ku sudah siap untuk berangkat kuliah. Yah begitulah aku, seorang perempuan semaunya. “nanda, cepat bangun kamu kesiangan lagi kuliah ntar!” teriak kakak kosku, dia seperti sosok ibu buatku di tempah antah berantah ini. Namanya adalah kak Dewi, kebaikannya sungguh seperti dewi. “iya kak” aku bergegas bangun menuju kamar mandi untuk bersiap. Kak dewi pagi ini hanya membangunkanku, tak seperti biasanya dia tergesa-gesa pergi ke kampus.

Dengan santainya aku berjalan menyusuri trotoar menuju kampusku, aku seorang mahasiswi semester 1 jurusan kimia umurku 17 tahun, dan aku sama sekali tidak menginginkan masuk jurusan ini. Kak dewi adalah kakak kos ku, dia seorang mahasiswi jurusan seni tari yang sangat mencintai dunia tari. Memang aku baru mengenalnya beberapa bulan ini, namun kebaikan hatinya sungguh seperti sosok ibu yang selama ini aku rindukan.

Di dalam kelas aku hanya menggambar tak sedikitpun materi yang diberikan aku lirik, tak ada yang menarik dengan kimia. Ayahku adalah seorang pemimpin di laboratorium pemerintahan. Dia menginginkan anaknya menjadi seorang peneliti yang handal, sedangkan ibuku adalah seorang penari tradisional jawa, Yang sangat menyayangiku. Namun semenjak pertengkaran itu terjadi, ayah dan ibuku berpisah. Aku yang masih berumur 11 tahun diputuskan diasuh oleh ayahku yang notabene penghasilannya lebih tetap dibanding ibuku. Sejak putusan itu, ibuku mulai depresi dan akhirnya dia memutuskan untuk merusak dirinya, sampai suatu saat dirinya benar-benar rusak dan itu akhir ibuku di dunia. Aku sanagt merindukannya. Untungnya aku mempunyai sahabat kecil yang sanagt mengerti aku. Dia bernama nando.

Setiap kuliah dimulai aku hanya melukis gambar ibuku di setiap buku tulisku. Aku juga sedih setiap mengingat bahwa nando tidak dalam satu universitas denganku. Nando adalah sahabatku sejak aku dibawa oleh ayahku. Dia yang selalu mendengarkan ceritaku, dia yang selalu menampung kesedihan dan tangisku. Aku dan nando pernah berjanji kita akan bertemu ditempat masa kecil kita saat kita meraih cita-cita kita. Nando tak pernah tau bahwa, ayahku berhasil memaksaku memasuki jurusan kimia, bukan jurusan seni yang selama ini menjadi impianku. Dan nando takkan pernah tau, dia telah pergi karena penyakit kanker yang di deritanya telah merenggut jiwanya.

Hari demi hari kujalani paksaan ayahku. Sepertinya ayahku sangat bangga aku diterima dan masuk jurusan kimia di universitas ini, tapi ayahku tak pernah tau betapa tersiksanya aku. Di kampus aku terkenal sebagai anak yang dingin, anak yang sendiri tak mau bergaul dan tersenyum pada siapapun.

Sampai kusadari, ada seorang anak di kelas yang selalu memperhatikanku, menghampiriku. “nanda, bolehkah aku duduk di sampingmu?” sapanya tiba-tiba saat aku sedang melukis ibuku di dalam kelas. Aku hanya terdiam, mengisyaratkan ketidak pedulian dalam bahasa tubuhku. Dia memperhatikan setiap goresan yang aku ciptakan. Apa yang di inginkan anak ini, pikirku dlam hati. Sejak kepergian ibuku aku didesain sebagai wanita yang tidak peduli dengan lingkungan, menjadi wanita egois yang kekurangan kasih sayang. Namun entah apa yang terjadi aku  bisa mengobrol dengannya.

Satu kali, dua kali, tiga kali kami mengobrol sampai tak terhitung lagi. Apa yang kami obrolkan itu sungguh tidak berhubungan dengan pelajaran yang kami ambil. Kami selalu mengobrolkan hal-hal abstrak, kadang kami mengobrolkan langit, matahari, air, sampai suatu hari aku bercerita tentang impianku. Dan hari itu, hari dimana sangat berbeda dengan hari-hari biasanya. Aku teringat kembali dengan bubuk-bubuk mimpi, yang seharusnya tak bisa ku ingat.

Aku bercerita tentang mimpiku dengan semangatnya, Yosi hanya tersenyum memperhatikan keantusiasanku bercerita. “akhirnya kau bisa bermimpi juga Nanda”



Aku terkejut mendengar kata-kata itu, “kenapa kamu? Setelah beberapa tahun ini, aku melakukan hal yang sia-sia. Kamu baru datang, kamu tau bagaimana rasanya sendiri? Kamu tau bagaimana rasanya ditinggalkan? Aku takut tidur saat malam, karena aku takut bermimpi tentang ibuku, aku takut bertemu ayahku. Mataku menghitam. Dan wajahku selalu lelah memucat.”

Aku segera berlari sekencangnya, meninggalkan dia sendiri. Yosi hanya terdiam, melihatku pergi.

Malamnya aku berpikir, apa yang salah denganku. Selama ini aku tidak bisa tertawa, tidak bisa berbicara. Kecuali dengan ibuku dan sahabatku nando.

Sinar surya terbit dan kembali menyapaku, “selamat  pagi nanda” kata-kata itu terucap dari bibirku. “Nanda, tumben kamu bersemangt sekali hari ini” saut kak Dewi. Aku hanya tersenyum. Sampai di kampus, aku menemui Yosi “Yos, aku akan pindah! Aku akan meraih cita-citaku, aku akan menjadi pelukis terhebat dan akan membuka pameran terbesar yang pernah ada, aku nggak mau terkurung di tempat ini. Aku yakin ayahku pasti akan setuju setelah melihat aku sukses kelak”.

Betapa kagetnya ayahku, anak yang selama ini dia kira lulus menjadi saintis kini menjadi seorang seniman. Tapi apa, ayahku tak bisa lagi mengekangku. Empat tahun berlalu, aku membuktikan pada ayahku aku bisa menjadi seniman yang hebat seperti mimpiku yang sebenarnya.

Dan akhirnya waktu itu datang juga, aku akhirnya meraih impianku.



Sudah lama sekali aku tidak mengobrol dengan Yosi, aku meneleponnya untuk bertemu. Sembari melepas rindu dan menceritakan keberhasilanku. Yosi menunjukkan sebuah kotak merah kecil dari balik sakunya. “nanda, maukah kau menjadi teman hidupku?” ucap Yosi.
Aku tak pernah menyangka Yosi mengucapkan kata-kata itu. “yosi, sungguhkah ini?”
“bagaimana Nanda, maukah kau membantuku disaat susah dan menemaniku disaat suka?”


Aku tak bisa berkata-kata apapun, aku hanya bisa mengangguk. Mengiyakan permintaanya. “lihatlah aku kini, seorang nanda yang dulu dingin dan egois, kini dapat tersenyum semenjak bertemu denganmu. Seorang Yosi yang mengingatkan impian-impianku kembali. Seorang Yosi yang memunculakan cahaya di mataku ini. Sungguh kini aku harap kejadian kecilku tak terulang lagi padaku dan anak-anakku kelak”

1 comment:

  1. Semua mimpi pasti bisa diraih kalau kita percaya sepenuhnya pada mimpi tersebut, tetap semangat meraihnya.. Pasti bisa! :)

    ReplyDelete